Di dalam surah Taha ada ayat yang bermaksud Nabi Musa dengan Lembah Thuwa. Tertanya2 dengan maksud ayat, menjadikan mycikgu mencari maklumat di internet, dan antara yang dijumpai adalah seperti berikut. Nabi Musa telah meminta izin daripada ayah mertuanya Nabi Syuaib untuk kembali ke Mesir. Diapun berjalan bersama keluarga nya untuk kembali ke Mesir. Sampai di suatu kawasan, mereka tersesat. Dalam kedinginan malam, Nabi Musa ternampak kelipan api di kejauhan. setelah berpesan dengan keluarganya, diapun pergi mencari sumber kelipan api tersebut, sehinggalah terdengan suara' wahai Musa, tanggalkanlah terompah mu kerana kamu telah sampai ke lembah thuwa'. Di percayai lembah thuwa adalah berhampiran dekat Jiiranah.
Walaubagaimanapun, ada tafsir yang menyatakan Lembah Thuwa adalah simbol suatu tempat yang hanya diperuntukkan bagi diri pribadi yang suci dengan Allah yang Maha Suci.
Antara cara untuk menjadi insan kamil...
Mulailah dengan merasakan segala sesuatu milik Allah. Sebanyak manapun harta yang dikumpul, semuanya adalah milik Allah, setiap satu di hadapan kita, di belakang kita dan antara keduanya. Kita hanya meminjam saja daripadanya , jadi janganlah berbangga dengan kekayaan kerana Allah telah menjadikan kekayaan itu alat untuk melekakan kita
Kemudian kita akan merasakan keheningan yang maha hebat, hening dari angan-angan dan bayang-bayang hidup yang selalu muncul. Keheningan ini memberi kesan yang luar biasa. Mengapa demikian? Karena hijab telah dibuka oleh Allah, sehingga segala keburukkan dan kebaikan yang pernah kita lakukan tampak tanpa terselindung lagi. Kita mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya.
Mulanya kita terasa suasana gelap yang mencekam, tetapi lama kelamaan kegelepan itu semakin lembut dan akrab. Hingga terbitlah sinar dilembah suci tersebut. Nur Cahaya yang mampu menyinari kegelapan. Nur Cahaya kasih dari Robbul izati, yang menyejukkan dan amat mententeramkan. Nur Ilahi yang megah dan berkilauan, yang menggoda untuk terus ditelusuri dan diharungi secara intensif. Kegelapan yang ada terus hilang. Dan terbukalah hijab sedikit demi sedikit, sehingga tidak ada lagi rahsia yang tersembunyi. Inilah awal perjalanan dari sebuah pengembaraan panjang yang singkat serta mengasyikkan.
“Sesungguhnya Allah memiliki tujuh puluh ribu hijab (penghalang) berupa Cahaya dan kegelapan. Seandainya Dia membukanya, niscaya Cahaya Wajah-Nya akan membakar siapa saja yang melihat-Nya” ( Al-Hadis )
Perjalanan ini pernah diungkapkan oleh seorang Sufi yang menggambarkan tentang kembalinya garam ke samudra-lautan.
“Bertanya garam kepada laut...”Siapakah Aku?.. sambil tersenyum laut menjawab...datanglah kepadaku...! maka kau akan tahu siapa dirimu..” Sang garam pun kemudian datang, dan menceburkan dirinya ke laut...., semakin dalam ia memasuki dasar laut.. ia semakin larut.... sesaat sebelum sang garam yang tinggal setitik debu itu hancur luluh...., ia tersenyum dan menangis bahagia..... ”Sekarang...aku tahu siapa aku.”
Kutipan diatas, mungkin dapat menggambarkan proses pencarian diri pribadi. Setelah sekian lama mencari, akhirnya diri menemui kan apa yang dicarinya selama ini. Sebuah kurnia bergelimang Cahaya Ilahi yang terpancar dari pusat semesta diri. Sebuah Pancaran Cinta dan kebijaksanaan yang ternyata ada dalam diri sendiri. Tidak mungkin dapat diungkapkan dengan kata-kata biasa, ia hanya dapat dipahami oleh bahasa kalbu.....dan dialami sendiri. Suatu pengalaman spiritual yang perlu dialami sendiri.Kerana ia tidak akan dapat digambar kan dengan kata2.
Inilah Lembah Suci Thuwa yang diharungi dalam sebuah pengembaraan sejati. Sebuah pengenalan sejati antara Ruh dan Maha Ruh. Satu ulangkaji, akibat perpisahahan yang terjadi saat Ruh diutus ke muka bumi. Keterpisahan ruh dengan sang sumber. Disaat ditiupkan kedalam jasad. Sehingga kemampuan dan kesadaran yang dimiliki Ruh harus terkungkung dan dibatasi oleh jasad dengan segala kekurangan dan kelemahannya. Jasad yang memiliki nafsu amarah, lawamah, sufiah dan mutmainah. Nafsu-nafsu yang selalu menghalangi diri untuk mengenali siapa diri yang sesungguhnya.
Sebagaimana diawal coretan ini, ditampilkan ayat Al Qur’an surat Thaha 20:12, yang bunyinya: “Sesungguhnya Aku ini Tuhanmu, sebab itu tanggalkanlah kedua terompahmu; Sesungguhnya engkau ada di Lembah Suci Thuwa.” Allah mengingatkan kedudukannya sebagai Sang Khalik, yang menyatakan Diri-Nya berada di Lembah Suci Thuwa. Oleh sebab itu sebelum jiwa-jiwa memasuki lembah Suci Thuwa. Haruslah menanggalkan terompahnya terlebih dahulu. Terompah adalah simbol sampah dan limbah yang ada di kepala, terompah adalah segala nafsu yang menghalangi kejernihan batin, terompah adalah ego ke-aku-an manusia. Sebelum memasuki Lembah Suci Thuwa, semua itu harus ditanggalkan. Sebagaimana Allah berfirman di dalam Al Qur’an :
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntung orang-orang yang mensucikan jiwanya itu, dan rugilah orang yang mengotorinya” (QS. Asy Syams 8-10)
Setelah Jiwa dibersihkan maka Allah menyambutnya: “Salamun qaula mirrobbir rahim” Keselamatan teratur atasmu dari Allah sang Maha penyayang. Untuk itu haruslah diingat panggilan tersebut bagi jiwa-jiwa yang gersang, karena selama ini panggilan itu tidak pernah diindahkan. Jiwa jadi gersang kerana selalu memikirkan keperluan yang bersifat lahiriah saja, seperti makan, minum, bersolek, bermegah-megahan dengan Anak, Isteri, Sanak saudara serta harta kekayaan, selalu mengutamakan ego peribadi mengikut rasa. Sehingga melupakan keperluan rohani, yaitu keperluan jiwa yang selalu merindui akan kembalinya kepada Pencipta. Kemudian Allah menyeru kepada jiwa-jiwa yang tenang; “Ya ayuhal nafsul mutmainah irji’i ila rodiatan mardiah” Hai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Allah dengan keredhaanan yang diredhainya.
Sungguh indah, seruah-seruan tersebut. Tetapi mengapa begitu banyak dari kita tetap tidak mengindahkan seruan tersebut? Semua itu kerana hati kita yang sudah mati, hati kita sudah buta dan tuli.
“Maka sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam dada” (QS. Al Hajj 22:46)
“Dan siapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat kelak buta juga dan lebih sesat jalannya” (QS. Al Isra 17:72)
Marilah bersama, dengan tekad yang membara. Kembali kefitrah asli kita. Fitrah Ruh yang cenderung untuk untuk mengenal Sang Pencipta. Secara semulajadinya kita bermakrifat kepada Sang Khalik. Dengan mengikuti kecenderungan fitrah semulajadi kita, maka tidak ada lagi kegelisahan yang mengganggu hidup ini. Kerana kita sudah berjalan di garisan yang telah ditetapkan Allah.
Bagi Para sahabat sepengembaraan, marilah harungi relung-relung Cahaya Ilahi. Marilah menjelajahi Lembah Suci Thuwa yang telah diwariskan itu. Sebuah warisan keramat ilahi. Dengan semakin akrabnya mengarungi Lembah Suci Thuwa, maka akan terbitlah suasana Cinta yang Maha Dahsyat. Kekuatan Cinta yang mampu menarik kuat untuk terus menjelajahi pesona ini. Terbitlah sebuah kepuasan terhadap segala sesuatu yang datang dan pergi dalam hidup ini. Karena semua yang datang dan pergi pada hakikatnya kurnia Allah yang patut kita syukuri.